watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

SUAMI PERHATIAN

Keadaan di rumah jadi berubah setelah sebuah
pertanyaan terlontar darinya di malam itu. Aku
dan Riri telah menikah selama 21 tahun, kami
mempunyai seorang anak lelaki, Angga. Riri
adalah seorang ibu rumah tangga dan sejauh
yang kutahu dia selalu setia. Waktu itu kami
sedang membaca di atas tempat tidur untuk
menghabiskan malam, saat dia menanyakan
pertanyaan yang tak terpikirkan itu.
"Apa kamu pernah menyetubuhi ibu
kandungmu?"
"Pernah apa?" aku bereaksi dengan terkejut.
"Kamu mendengarnya." lanjutnya.
"Waktu kamu muda dan masih ikut orang tua,
pernahkah kamu bersetubuh dengan ibu
kandungmu?"
"Pertanyaan seperti apa itu?" tanyaku.
"Ini bukan pertanyaan mengada-ada..
Kenyataannya itu hal yang kerap terjadi, cuma
orang-orang tak mau membicarakannya. Saat
kamu muda aku dapat mengerti jika kamu
menyimpan rahasia seperti itu, jadi ayahmu tak
mengetahuinya, tapi itu sudah berlalu dan kupikir
kamu dapat menceritakannya pada isterimu
sekarang, kan?" tanyanya.
"Tidak, aku tak pernah melakukannya dengan
ibuku. Dan aku yakin itu hal yang tabu dan
melanggar hukum." aku menegaskan.
Isteriku terdiam.
"Yah, jadi itu tak layak dan kemarin aku dengar
90% orang yang menikah mengakui pernah
melakukannya." jawabnya.
"Jadi, aku harap perkawinan kita salah satu dari
yang 1% itu." kataku.
Riri memejamkan matanya dan tersenyum.
"Jadi kamu setidaknya mempunyai fantasi untuk
melakukannya kan?" tanyanya.
"Tidak, aku tak pernah membayangkannya, demi
Tuhan dia adalah ibu kandungku!" aku berteriak.
Isteriku menggelengkan kepalanya.
"Pembohong." katanya.
"Sebagian besar remaja berfantasi untuk
menyetubuhi ibunya, ini kenyataan yang umum.
Kamu berfantasi untuk menyetubuhi ibumu
seperti halnya Angga yang berfantasi untuk
menyetubuhiku."
"Riri, itu gila, bagaimana kamu dapat
beranggapan seperti itu terhadap anakmu
sendiri?" tanyaku.
"Karena itulah kenyataannya.. Angga tak berbeda
dengan remaja lain seumurannya yang bermimpi
tentang apa yang ada di antara paha ibu mereka
saat ayah mereka pergi kerja. Itu benar-benar
alami." katanya.
"Kamu tak tahu tentang hal itu." kataku.
"Sayang, percayalah padaku, aku adalah ibunya
dan seorang ibu tahu hal-hal seperti itu." katanya.
"Oh, ayolah Ri, kamu bertingkah sepertinya kamu
tahu apa yang anak-anak pikirkan." kataku.
"Seorang ibu biasanya tahu lebih dari apa yang
kamu kira." katanya.
"Oh, benarkah, jadi apa yang kamu tahu tentang
Angga yang tak kumengerti?" tanyaku jengkel.
"Aku tahu kalau dia bermasturbasi tiga kali sehari,
kadang empat kali. Dia berfantasi sedang
menggesekkan penisnya di antara pahaku. Dia
mengambil keranjang cucianku saat aku dan
kamu sedang pergi dan senang menghirup dan
menghisapi celana dalamku yang kotor. Dia juga
senang dengan wanita yang berdada besar,
terutama yang sedang hamil.. Apa kamu mau
tahu lebih banyak lagi?" tanyanya.
Aku terdiam oleh perkataannya.
"Bagaimana kamu tahu semua itu?" tanyaku. Riri
tersenyum puas.
"Seorang ibu mempunyai caranya sendiri."
jawabnya
"Yakin kamu tak membicarakan dengannya
tentang hal ini?" tanyaku.
"Sayang, segera setelah kamu pergi kerja dan
melakukan pekerjaan hingga tak begitu
memperhatikan Angga dan aku, seorang ibu dan
anak mempunyai dunianya sendiri di sini di
rumah, yang tak harus diperhatikan oleh seorang
anak." katanya.
"Riri, kamu dan Angga tidak.." aku tak dapat
menyelesaikan.
"Bersetubuh?" dia berkata dengan tersenyum.
"Jika aku menyetubuhi anakku sendiri, artinya aku
sangat menarik baginya. Itu bukan topik yang
akan dibicarakan seorang isteri pada suaminya."
Aku mulai merasakan darahku bergolak.
"Riri, tolong katakan padaku, ya atau tidak. Apa
kamu dan Angga telah melakukannya?" aku
mendesaknya.
Seiring wajahku memerah, isteriku tertawa dan
menjulurkan jarinya ke wajahku dengan lembut.
"Sayang, kamu membuat hal ini jadi rumit. Ini
sangat mengganggumu ya?" dia bertanya sambil
menahan tawanya.
"Aku hanya berpikir kalau aku berhak untuk tahu!"
kataku.
"Tidak, kamu tidak perlu mengetahuinya. Sayang,
aku mencintaimu, sebagai ayah dan suami, tapi
tidak ada tempat di antara hubungan antara
seorang ibu dan anaknya. Apa yang terjadi di
rumah ini saat kamu pergi bukanlah urusanmu
dan tak perlu perhatianmu. Kalau seorang ibu dan
anaknya di rumah ini bersetubuh, maka kamu tak
berbeda dengan ayah yang lainnya dan tak akan
pernah tahu tentang itu." katanya. Dia memberiku
sebuah senyuman hangat.
"Kamu sudah capek dan kamu punya hari yang
sibuk besok. Tidurlah sekarang." katanya.
Malam itu aku tak benar-benar bisa tertidur. Pagi
harinya, aku bangun seperti biasa dan Riri
menyiapkan sarapan untukku dan mengantarku
sampai pintu depan. Dia memakai baju terusan
yang membuat payudaranya begitu terlihat indah
menantang. Aku lihat Angga turun dari tangga
dengan mengenakan celana pendek.
"Dia bangun lebih awal." kataku.
"Ya, aku bilang padanya dia bisa bantu ibunya
mengecat kuku dan mencuci baju yang kotor."
dia berkata sambil meringis. Perutku melilit.
"Jadi apalagi yang kalian kerjakan hari ini?"
tanyaku curiga.
"Oh, aku yakin kami akan menemukan sesuatu
yang bisa mempererat hubungan kami."
jawabnya sambil tersenyum lebar.
"Lebih baik kamu segera berangkat, sayang.
Kamu nanti bisa terlambat lho."
Aku berjalan keluar dengan membanting pintu.
Waktu aku berjalan ke mobil, aku dengar isteriku
mengunci pintu di belakangku dan berpikir dunia
macam apa yang telah dibuat isteriku bersama
Angga saat aku tak ada. Tanpa sadar, penisku
terasa mengeras dari balik celanaku. Sial,
seharusnya aku lebih dekat dengan ibuku!
Seharian itu aku tak bisa berkonsentrasi pada
pekerjaan. Otakku dibakar oleh beribu
pertanyaan. Apakah isteriku dan anakku yang
berumur 18 tahun berbuat gila? Akhirnya,
siangnya aku ambil telepon dan memutar nomor
rumahku agar aku bisa tahu dengan jelas apa
yang mereka kerjakan di dunianya. Setelah cukup
lama tak ada yang mengangkat, akhirnya
terdengar suara isteriku di sana.
"Hh.. Halo.." Dia berkata. Aku dapat
mendengarnya bernafas dengan susah.
"Halo sayang, ini aku." jawabku.
Terdengar suara ganjil berulang-ulang di
belakang, seperti suara kulit yang beradu dengan
kulit.
"Sayang, a.. aku tak bis.." dia mencoba bernafas
dengan susah.
"Aku tak bisa bicara sekarang, telepon aku lagi
saja nanti." lanjutnya.
KLIK!! Dia tutup teeponnya. Perutku tiba-tiba saja
jadi terasa mulas. Aku tak pernah
membayangkan isteriku akan berselingkuh,
apalagi dengan anak kami yang masih remaja.
Mungkinkah itu?
Aku pulang kerja lebih awal hari itu. Aku ingin
mengadakan penyelidikan. Aku harus yakin. Aku
lalui jalan hanya untuk melihat isteri dan anakku
yang keluar dari jalan dengan minivan isteriku.
Aku ikuti mereka ke mall pada sisi lain kota ini.
Dengan mengendap, aku masuki mall itu dan
mengikuti mereka dari belakang.
Aku terkejut saat melihat mereka berjalan
bergandengan tangan dengan mesra, layaknya
sepasang kekasih yang sedang belanja. Tingkah
laku isteriku seperti seorang gadis remaja saja.
Aku mengikuti isteri dan anakku yang berkeliling
di seluruh mall ini, bergandengan tangan seperti
remaja yang sedang kasmaran. Paling tidak, dia
sudak tak muda lagi, umurnya sudah 38 tahun
dan sudah menikah dan yang satunya anak
muda yang baru berumur 18 tahun. Walaupun
begitu, isteriku dapat mengimbanginya. Dia tak
pernah semesra itu denganku, tapi benar-benar
lain dengan anakku.
Aku jadi lebih terkejut lagi saat mereka duduk
berdua di bangku itu. Lengan isteriku melingkar di
pundaknya, membelai mesra rambutnya.
Bibirnya mendekat, membisikkan padanya
sesuatu yang dapat kukira hanyalah cumbuan
tentang seks. Aku tak mahir dalam hal membaca
gerak bibir, tapi sungguh jelas sekali kalau yang
keluar kebanyakan hanyalah 'bersetubuh, penis
dan vagina' dari mulut isteriku. Kalau itu belumlah
cukup, isteriku melepaskan sandalnya dan
menggerakkan kakinya pada betis anakku. Setiap
sekali gerakan disertai dengan tiupan dan ciuman
ringan di leher anakku.
Mereka meninggalkan mall dan aku memastikan
kalau aku akan mengikuti mereka pulang, tapi
mereka tidak pulang. Isteriku mengendarai
mobilnya membawa mereka keluar kota sampai
ke hutan. Dia berhenti di jalanan yang sedikit
berlumpur dan itu membuatku terperanjat saat
mengetahui kemana dia akan membawanya.
Mereka akan pergi ke bagian rahasia di hutan ini,
tempat dimana aku dan isteriku biasanya
berkencan dulu.
Tahu tepatnya tempat itu, aku parkirkan mobilku
dan melanjutkan membuntuti mereka dengan
berjalan kaki. Lima belas menit kemudian aku
menemukan van isteriku terparkir di bawah
semak-semak. Aku juga melihat mereka tak mau
menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Jendela mobil
tertutup rapat dan van itu terlihat bergoncang-
goncang. Aku mendekat dan segera saja
telingaku menangkap erangan-erangan mesum
mereka.
"Oh, ya.. Lebih keras, sayang, setubuhi ibumu
dengan benar!" isteriku merajuk.
"Oh Tuhan, tekan!! Kerjai vaginaku, sayang!!" dia
berteriak.
"Hahh, dorong penis besarmu lebih dalam lagi..
Oouuhh!!" lanjutnya.
Dan bila kata-kata tak senonoh itu belumlah
cukup, selang beberapa menit kemudian,
"Oh, rasanya sungguh nikmat dikerjai oleh pria
jantan. Ya, begitu, lebih keras lagi.. Leb.. Bih
dallaam!! Oh Tuhan aku keluar!! Aku keluar!!"
Aku tak mampu menerimanya lagi. Yang dapat
kulakukan hanya berbalik kemudian lari. Aku lari
secepat yang kubisa menuju ke mobilku. Aku
masih dapat mendengar isteriku menjerit dan
mengerang, suaranya bergema dalam kepalaku.
Aku nyalakan mobilku, hatiku mendidih, air
mataku keluar. Aku menyetir dengan gila.. Dalam
perjalanan pulangku, bayangan tentang anakku
yang berada di antara paha isteriku menghantui
aku. Apa yang harus kuperbuat?
Malam itu aku dan isteriku berbaring
berdampingan di ranjang perkawinan kami. Dia
memegang sebuah majalah dan berpura-pura
membacanya. Tak lama kemudian dia meletakkan
majalah itu dan menatapku.
"Sayang, ada sesuatu yang harus kuceritakan
padamu." katanya.
"Apa?" tanyaku, bersiap untuk hal terburuk,
setidaknya dalam hal ini tak ada yang akan
mengejutkanku.
"Aku hamil." dia berkata dengan senyuman
mengembang.
Tak sekali pun dalam setahun belakangan ini aku
menggauli istriku tanpa kondom. Dia tahu itu, aku
tahu itu, dan dia pasti juga tahu bahwa aku
mengetahuinya.
"Ini bukan bayiku, kan?" tanyaku. Senyumnya
hampir menyerupai seringai.
"Tidak." jawabnya.
"Angga?" kejarku.
Istriku menjadi serius.
"Sebelum kamu pergi, biarkan aku
mengingatkanmu kalau ayahku adalah seorang
pengacara dan jika kamu menceraikanku, kamu
tahu bahwa Angga dan aku akan mendapatkan ini
semua, segalanya, dan kamu tak mendapatkan
apa pun." ancamnya
"Sudah berapa lama kalian berdua melakukan ini?"
aku bertanya.
"Kamu tidak perlu tahu itu. Yang harus kamu
ketahui sekarang adalah bahwa Angga dan aku
telah memutuskan ada hal-hal yang perlu
diubah." katanya.
"Seperti apa?" tanyaku dengan marah.
"Yah, pertama, kami akan mempertahankan bayi
ini dan ya, ini memang bayiku dengan Angga."
jelasnya.
"Yang kedua, Angga akan pindah ke kamar ini
dan berbagi tempat tidur denganku, dan
sebaliknya mulai sekarang kamu tidur di tempat
tidurnya Angga." lanjutnya.
Aku hanya bisa menahan amarah.
"Dan yang ketiga, kalau kamu menolak, aku dan
Angga akan pindah dan mengontrak sebuah
rumah bersama dan menuntut uang cerai
darimu." katanya memojokkanku.
"Ini gila, kamu adalah istriku.."
"Ya, dan kamu suamiku, dan akan tetap seperti
itu, tapi suami sebenarnya dan kekasihku
sekarang adalah Angga. Dan kami memutuskan
bahwa kamu harus tetap bekerja seperti biasanya
sedangkan Angga dan aku akan tinggal di rumah
membuat bayi, kami juga sudah memutuskan
ingin mempunyai tiga orang anak lagi." katanya.
"Kamu katakan padaku kalau aku bahkan tidak
boleh tidur denganmu, isteriku sendiri?" tanyaku
tak percaya.
"Tidak, maaf. Angga dan aku yang akan tidur di
ranjang ini mulai sekarang." Lalu dia memandang
ke arah pintu.
"Angga, cintaku, apa kamu di sana?" panggilnya.
Anakku masuk ke kamar dengan tas ransel berisi
barang-barangnya. Dia memandang pada ibunya
dan aku.
"Maaf, Ayah." dia berkata dengan menyeringai.
"Sayang, kenapa kamu tidak pergi dan bersihkan
dirimu sebelum naik ke ranjang." kata isteriku.
Perutku jadi mulas. Isteriku menatapku tajam.
"Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin sendirian
dengan ayah dari anakku. Ambil barang-
barangmu dan pergilah ke kamarmu."
perintahnya.
"Sayang, tolonglah.. Kita bicarakan hal ini." aku
memohon.
"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku minta
maaf, Sayang, tapi sekarang kamu bukan lagi
seorang kepala rumah tangga." katanya.
"Aku akan berusaha, aku bersumpah." ucapku
putus asa.
"Jangan, Sayang! Kamu boleh berusaha
semampumu tapi kamu tidak akan bisa
menyamai bahkan hanya separuh dari Angga di
atas ranjang. Kamu tak bisa memohon padaku,
kamu tak memiliki stamina untuk itu. Suka atau
tidak, kamu tidak memiliki barang yang cukup
besar untuk pekerjaan itu.. Dan anakmu
memilikinya."
Serasa sebilah pisau yang merobek hati. Aku
bangkit dari tempat tidur dan mengemasi barang-
barangku. Angga keluar dari kamar mandi dan
menempatkan dirinya di samping ibunya di
ranjang. Dia berada di bawahnya dengan cepat,
memeluknya erat hingga menekan payudaranya
yang besar.
"Inilah suami baruku. Kemari dan bercintalah
dengan isterimu yang sedang hamil" katanya.
Itu semua serasa mimpi buruk. Aku pandangi
mereka berdua di balik selimut. Bisa kukatakan
anakku sedang menempatkan dirinya di antara
paha ibunya. Aku dapat mendengar mereka
berciuman dengan hebatnya. Isteriku muncul dari
balik selimut, memandangku.
"Sayang, dapatkah kamu matikan lampu dan
menutup pintunya saat kamu keluar?" pintanya.
Aku hanya bisa mematuhinya.
Malam itu aku rebah di tempat tidurku yang baru
dengan mendengarkan teriakan-teriakan yang
berasal dari kamar yang semula kutempati
bersama isteriku. Erangan isteriku menggema di
setiap sudut rumah. Semalaman itu aku dengar
rangkaian rintihan tabu mereka. Isteri dan anakku
sedang membuat bayi mereka dan akan
menamakannya seperti nama ayahnya.
Tahun demi tahun berlalu dan mereka telah
memiliki 3 anak, semuanya laki-laki. Seiring waktu
berlalu, anak-anak itu tumbuh jadi remaja, Angga
tua telah menemukan seorang wanita muda yang
cantik dan atas seijin ibunya boleh dinikahinya.
Kemudian Angga pindah dan meninggalkan anak-
anaknya bersamaku dan ibunya. Dalam beberapa
tahun kemudian aku kembali pada kehidupan
rumah tanggaku semula, hingga pada suatu
malam saat kami sedang rebahan di atas tempat
tidur seperti biasa, terdengar ketukan di pintu dan
Angga muda, yang sekarang juga telah berumur
18 tahun, berdiri di sana dengan tas ranselnya.
Isteriku, yang sekarang berusia lima puluhan
meletakkan majalahnya dan kembali menoleh
padaku dengan tersenyum.
"Kemasi barang-barangmu, sayang." katanya.
Isteriku kembali menatap tajam padaku.
E N D


Adult | GO HOME | Exit
1/1218
U-ON

inc Powered by Xtgem.com